![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Prosedur Berperkara | Layanan Informasi | Jadwal Sidang | SIPP | APM |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
SIWAS MA RI | e - Court | Sukamas | Pelita | Validasi Akta Cerai |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
siMUPLI | Pojok | Kotak Kemajuan | SIGOA-SKM | SIYANTIS |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
|
Cuti Tahunan | Izin Keluar Kantor | Apl Gugatan Mandiri | SURTI - SURVEI BADILAG |
Oleh : Surya Darma Syahputra Berutu, S.HI, M.Ag
Santri Pesantren Darul Hikmah TPI Medan 1996-2002
Staf Pengadilan Agama Sidikalang
Wakil Ketua PD Al-jam'iyatul Washliyah Aceh Singkil
Telah Terbit di Surat kabar Mimbar Jumat Harian Waspada,
pada Jum'at tanggal,
09 Desember 2022
Dilingkungan santri Nasihat Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab RA "Fi Ayyi Ardhin Tato' Anta Mas Ulun 'An Islamiha” artinya Dimanapun kamu menginjakkan kaki maka kau bertanggung jawab atas keislaman (penduduknya), ini sangat masyhur dan sering diucapkan dalam keseharian santri/ah sehingga tertanamlah dalam benak sanubarinya yang mendalam, setelah keluar dari pondok pesantren nasihat tersebut meminta pertanggungjwaban untuk di aplikasikan di kehidupan masyarakat sehari hari, berupa membimbing masyarakat untuk beragama yang baik dan benar, memberikan penyuluhan agama, ceramah Agama di majlis-majlis agama, membimbing anak anak mengaji di madrasah/mesjid karena dalam jiwa santri terbentuk juga jiwa tarbiyah ( pendidik).
Firman Allah Subhanahu Wata'ala “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Imran ayat 104)
selanjutnya Firmannya : Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Imran ayat 110)
Kedua ayat ini, menjelaskan dan menguatkan fungsi kita sebagai ummat pilihan yang mendapatkan tanggung jawab yang amat besar untuk menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran, sebagai ummat yang memiliki komitmen dalam dakwah Keislaman ditangan kitalah tanggung jawab perjuangan keislaman yang sangat dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat apalagi bagi kita yang tinggal dilingkungan minoritas muslim, masyarakat yang tinggal didaerah minoritas muslim masih terus membutuhkan bimbingan-bimbingan yang maksimal karena Kesadaran berislam tumbuh sangat pesat dan gaungnya menembus berbagai lini kehidupan akan tetapi fasilitas pendukungnya sangat minim, kita beharap lembaga-lembaga pencetak kader ulama di daerah-daerah ini hadir, dalam hal ini kami memberikan beberapa solusi apa-apa saja yang harus disiapkan guna mendukung penguatan ummat dalam memahami Keislaman dan mencetak kader-kader da'i antara lain:
Secara umum Pondok Pesantren merupakan bagian dari pendikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman. Hal ini bisa dilihat dari Perjalanan Sejarah bangsa indonesia , Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam yang sudah lama di Indonesia, dimana telah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka. Pesantren adalah tempat dimana anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih mendalam dan lebih lanjut ilmu agama islam yang di ajarkan secara sistematis, langsung dari dalam bahasa arab serta berdasarkan pembacaaan kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar. Mereka yang berhasil dalam belajarnya, memang kemudian di harapkan menjadi kiayi, ulama, muballigh, setidak-tidaknya guru agama dan ilmu agama (Raharjo M. Dawam dkk 2011:57-58).
Organisasi Keislaman, Organisasi merupakan wadah atau tempat berkumpulnya orang dengan 3 sistematis, terpimpin, terkendali, terencana, rasional dalam memanfaatkan segala sumber daya baik dengan metode, material, lingkungan dan uang serta sarana dan prasarana, dan lain sebagainya dengan efisien dan efektif untuk bisa mencapai tujuan organisasi (Ambarwati, Arie, Perilaku dan Teori Organisasi) artinya organisasi keislaman dapat menguatkan Keislaman dalam bidang sosial, Budaya begitu juga komponen ummat dalam infrastruktur politik, perlu mengoptimalkan ide-ide politik yang ada untuk dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga peran ummat dapat menjadi pertimbanggan pemeintah setempat dalam penguatan kelembagaan islam, karena pada dasarnya Islam bersifat menyeluruh tidak terbatas pada kooptasi-kooptasi sektoral. adapun beberapa organisasi yang bisa direkomendasikan di Indonesia antara lain : Al-Irsyad, Al-Islamiyyah, Al Ittihadiyah, Alkhairaat, Al Washliyah, Darud Da'wah wal Irsyad (DDI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami (HASMI), Hidayatullah, Jamiat Kheir, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Majelis Az-Zikra, Mathla'ul Anwar, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Nahdlatul Wathan (NW), Persatuan Islam (Persis), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Umat Islam (PUI), Wahdah Islamiyah (Wikipedia)
Pembuktian ditujukan untuk membuktikan kejadian atas persitiwa hukum yang menjadi pokok persengketaan sesuai dengan yang didalilkan atau fundamentum petendi gugatan serta apa yang disangkal pihak lawan pada sisi lain.[1] Pengertian peristiwa hukum sendiri adalah “peristiwa yang oleh hukum diberi akibat hukum”.[2]
Hanya peristiwa yang relevan yang harus dibuktikan oleh para pihak. Namun tidak semua peristiwa relevan yang perlu dibuktikan, Terdapat beberapa peristiwa yang tidak perlu dibuktikan. Peristiwa tersebut sebagai berikut:
Bertitik tolak pada doktrin ius curia novit yaitu hakim dianggap tau akan hukum.[3] Hal tersebut menyebabkan hakim harus menerapkan hukum yang sesuai dengan kasus yang disengketakan.[4] Jalannya persidangan tidak boleh sedikitpun bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hakim diwajibkan mencari dan menemukan hukum yang diterapkan dalam perkara. Sejalan dengan itu maka para pihak tidak dapat dituntut membuktikan kepada hakim tentang adanya peraturan perundang-undangan maupun yurisprudensi yang berlaku terhadap perkara yang dipersengketakan.[5]
notoir feiten atau fakta yang telah diketahui secara umum adalah fakta yang konkret dan mudah diketahui tanpa diperlukan penelitian dan pengkajian yang mendalam, kejadian atau keadaan yang timbul dapat diketahui bagi yang berpendidikan atau mengikuti perkembangan zaman.[6] Contoh notoir feite adalah pada Hari Minggu kantor pemerintahan tutup. Perlu diingat bukan merupakan suatu notoir feite apabila fakta tersebut kebetulan diketahui hakim secara pribadi.[7] Lebih lanjut dalam hal timbul perselisihan mengenai apakah suatu fakta diketahui umum atau tidak, maka peristiwa tersebut masih harus dibuktikan.[8]
Dalam hukum pembuktian terdapat asas actori incumbit probatio, actori onus probandi”, atau “siapa yang mendalilkan, dia harus membuktikan”. Hal tersebut menyebabkan fakta yang disangkal atau dilawan perlu dibuktikan oleh pihak lawan. Sejalan dengan hal tersebut tidak menyangkal atau membantah dianggap mengakui dalil atau fakta yang diajukan[9]
Fakta yang telah dilihat sendiri oleh hakim yang bersangkutan selama persidangan tidak perlu lagi dibuktikan.[10] Contoh Tergugat menyatakan pengakuan murni.
Contoh peristiwa ini adalah telah dilaksanakannya sumpah pemutus. Berdasarkan Pasal 1929 KUHPerdata, Pasal 155 HIR dinyatakan sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan menentukan.
[1] Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, Jakarta: Intermasa, 1986, Hlm. 8.
[2] Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta: Prenada Media, 2012, Hlm. 33.
[3] Yuristyawan Pambudi Wicaksana, Implementasi Asas Ius Curia Novit Dalam Penafsiran Hukum Putusan Hakim Tentang Keabsahan Penetapan Tersangka, Jurnal Lex Renaissance, Vol 3 No 1 (Januari, 2018), Hlm. 89.
[4] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, Hlm. 580.
[5] Pitlo, Op. Cit., Hlm. 16.
[6] M. Yahya Harahap, Hlm. 582.
[7] Ibid.
[8] Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op. Cit., Hlm. 39
[9] Pitlo, Op. Cit., 18
[10] Laila M. Rasyid dan Herinawati, Hukum Acara Perdata, Lhokseumawe: Unimal Press, 2015, Hlm. 74.